Pages

Wednesday, September 2, 2015

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja atau teknisi sangat diperlukan ketika sedang bekerja. Namun tidak hanya untuk subyek pekerja (manusia) saja, tetapi K3 juga penting untuk obyek (material) yaitu benda-benda yang dikenai pekerjaan, alat-alat serta lingkungan tempat bekerja. Oleh karena itu sangat diperlukan kepedulian manusia sebagai personil yang bisa berperan aktif dalam mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan tujuannya, maka K3 mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan untuk memperoleh keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan hidup.
2. Menjamin tenaga kerja dalam meningkatkan produktifitas
3. Menjamin dan melindungi tenaga kerja dan lingkungannya
4. Menjamin sumber-sumber produksi dan perlatan yang digunakan
5. Mencegah dan atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja dan lingkungannya
6. Mengurangi resiko kebakaran
7. Mencegah dan mengurangi kerugian yang diderita oleh semua pihak
8. Memberi perlindungan hukum dan moral bagi tenaga kerja dan manajemen perusahaan
9. Memberi pertolongan dini bagi pekerja bila terjadi kecelakaan
Peraturan mengenai syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam
perundangan Republik Indonesia, yaitu UU No. 1 Tahun 1970. Syaratsyarat
keselamatan kerja yaitu:

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
SEBAB-SEBAB KECELAKAAN KERJA
Peristiwa kecelakaan kerja merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh semua pihak. Karena hal ini akan menimbulkan kerugian dan pembiayaan yang besar. Untuk menghindari kecelakaan kerja, maka kita perlu mempelajari sebab-sebab kecelakaan kerja, sehingga bisa mengeliminir angka kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat bersumber dari faktor manusia sendiri, maupun dari faktor lingkungan.
1. Faktor manusia
Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kesalahan manusia diantaranya:
a. Ketidaktahuan
Dalam menjalankan mesin-mesin dan peralatan otomotif diperlukan pengetahuan yang cukup oleh teknisi. Apabila tidak maka dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja.
Pengetahuan dari operator dalam menjalankan peralatan kerja, memahami karakter dari masing-masing mesin dan sebagainya, menjadi hal yang sangat penting, mengingat apabila hal tersebut asal-asalan, maka akan membahayakan peralatan dan manusia itu sendiri.
b. Kemampuan yang kurang
Tingkat pendidikan teknisi otomotif sangat dibutuhkan untuk proses produksi dan proses maintenance atau perawatan.
Orang yang memiliki kemampuan tinggi biasanya akan bekerja dengan lebih baik serta memperhatikan faktor keslamatan kerja pada pekerjannya. Oleh sebab itu, untuk selalu mengasah kemampuan akan menjadi lebih baik.
c. Ketrampilan yang kurang
Setelah kemampuan pengetahuan teknisi baik, maka diperlukan latihan secara terus-menerus. Hal ini untuk lebih selalu mengembangkan ketrampilan guna semakin meminimalkan kesalahan dalam bekerja dan mengurangi angka kecelakaan kerja. Di dunia keteknikan, kegiatan latihan ini sering disebut dengan training.
d. Konsentrasi yang kurang
Dalam melaksanakan pekerjaan dituntut konsentrasi tinggi. Mesin-mesin yang beroperasi, berputar, atau bergerak tidak memiliki toleransi apabila kita salah dalam mengoperasikan atau menjalankan mesin tersebut. Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi manusia, seperti masalah pribadi atau keluarga, tekanan ekonomi, maupun faktor-faktor yang datangnya dari lingkungan seperti kondisi ruangan yang panas, atau terlalu dingin, suara yang berisik, mesin yang bising dan lain sebagainya. Oleh karena itu, faktor psikologis manusia dan lingkungan harus dikondisikan agar manusia nyaman dalam bekerja sehingga mengurangi angka kecelakaan kerja.
e. Bermain-main
Karakter seseorang yang suka bermain-main dalam bekerja, bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya angka kecelakaan kerja. Demikian juga dalam bekerja sering tergesa-gesa dan sembrono juga bisa menyebabkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, dalam setiap melakukan pekerjaan sebaiknya dilaksanakan dengan cermat, teliti, dan hati-hati agar keselamatan kerja selalu bisa terwujud. Terlebih lagi untuk pekerjaan yang menuntut adanya ketelitian, kesabaran dan kecermatan, tidak bisa dilaksanakan dengan berkerja sambil bermain.
f. Bekerja tanpa peralatan keselamatan
Pekerjaan tertentu, mengharuskan pekerja menggunakan peralatan keselamatan kerja. Peralatan keselamatan kerja dirancang untuk melindungi pekerja dari bahaya yang diakibatkan dari pekerjaan yang baru dilaksanakan. Dengan berkembangnya teknologi, saat ini telah dibuat peralatan keselamatan yang nyaman dan aman ketika digunakan. Perlatan keselamatan tersebut diantaranya pakaian kerja (wearpack), helm pengaman, kacamata, kacamata las, sarung tangan, sepatu kerja, masker penutup debu, penutup telinga dari kebisingan, tali pengaman untuk pekerja di ketinggian dan sebaginya. Terkadang orang yang sudah merasa mahir justru tidak menggunakan peralatan keselamatan, misal dalam mengelas tidak menggunakan topeng las. Hal ini sangatlah salah, pekerja yang mahir dan profesional justru selalu menggunakan peralatan keselamatan kerja untuk menjaga kualitas pekerjaan yang terbaik serta keselamatan dan kesehatan dirinya selama bekerja.
g. Mengambil resiko yang tidak tepat
Karena tidak mau repot dalam bekerja, orang kadang melakukan hal-hal yang tidak mencerminkan tindakan yang selamat. Sebagai contoh, pekerja malas mengambil topeng las di rak keselamatan kerja, langsung mengelas tanpa pelindung mata. Tanpa di duga, ada percikan api las yang mengenai mata. Setelah dilakukan pengobatan, ternyata besarnya biaya pengobatan tidak sebanding dengan beberapa detik mengambil peralatan keselamatan kerja. Demikian juga dengan mesin, sudah tahu bahwa oli sudah waktunya diganti, karena hanya menyisakan pekerjaan sedikit saja, oli mesin tidak diganti. Ternyata dengan kualitas oli yang jelek, justru mesin menjadi panas (overheating) dan harus turun mesin,dengan biaya yang jauh lebih tinggi, ditambah tetap harus mengganti oli.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga andil dalam terjadinya kecelakaan kerja.
a. Tempat kerja yang tidak layak
Tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti ukuran ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja, lantai dan kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan lain sebagainya. Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, maka kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.
b. Kondisi peralatan yang berbahaya
Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau peralatan yang berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt atau sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan lainnya. Oleh karena itu, mesin dan perlatan yang potensial menyebabkan kecelakaan kerja harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator atau ,manusia.
c. Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak
Pemindahan barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah meledak, pelumas, dan lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat memungkinkan terjadi kecelakaan kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan perhitungan yang matang, baik metode memindahkannya, alat yang digunakan, jalur yang akan di lalui, siapa yang bisa memindahkan dan lain sebagainya. Untuk bahan dan peralatan yang berat diperlukan alat bantu seperti forklift. Orang yang akan mengoperasikan alat bantu ini harus mengerti benar cara menggunakan forklift, karena jika tidak, kemungkinan akan timbul kesalahan dan mengancam keselamatan lingkungan maupun tenaga kerja lainnya.
d. Transportasi
Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban yang berlebihan (overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang, licin, sempit), kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak baik, semuanya bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas, diantaranya adalah memastikan jenis transportasi yang tepat dan aman, melaksanakan operasi sesuai dengan standart operational procedure (SOP), jalan yang cukup, penambahan tanda-tanda keselamatan, pembatasan kecepatan, jalur khusus untuk transportasi (misal dengan warna cat) dan lain sebagainya.
BAHAYA TERJADINYA KEBAKARAN
Menurut National Fire Protection Assosiation dalam buku Storm (1993:92) dijelaskan klasifikasi kebakaran menjadi 4 kategori:
a. tipe A adalah kebakaran untuk kayu, kertas, kain serta bahan-bahan yang berasal dari jenis tersebut dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol A dalam segitiga warna hijau;
b. tipe B adalah kebakaran untuk bahan bakar bensin, oli, ter, terpentin, cat dan yang sejenis dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol B dalam segitiga warna merah;
c. tipe C adalah kebakaran untuk peralatan kelistrikan, panel-panel listrik, motor listrik dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol C dalam segitiga warna biru; dan
d. tipe D adalah kebakaran untuk logam seperti magnesium, sodium, titanium, lithium dan yang sejenis dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol D dalam segitiga warna kuning.
Sedangkan di Indonesia sendiri, tipe D jarang digunakan, karena masih jarangnya pengolahan logam yang berbahaya. Dalam bengkel kerja juga diberlakukan sistem pengkodean warna untuk keselamatan. Lebih lanjut Storm (1993) menjelaskan: (a) warna merah mengindikasikan bahaya atau berhenti beroperasi; (b) warna orange, untuk bagian komponen dari mesin yang berbahaya, misal bagian pemotong, pengangkat, berputar dan sebagainya; (c) warna kuning sebagai tanda peringatan karena bagian atau komponen yang berbahaya; (d) warna hitam didalam kuning, berarti terdapat bahaya radiasi; (e) warna hijau, berarti daerah aman misal tempat kotak P3K dan peralatan keselamatan kerja; dan (f) warna biru sebagai rambu-rambu informasi.
a. Sumber api
Kebakaran merupakan salah satu bentuk kecelakaan industri dan masyarakat umum, yang sering terjadi di Indonesia. Peristiwa kebakaran menimbulkan banyak kerugian dan korban harta benda dan jiwa. Karena itu perlu mendapat perhatian untuk dicari pencegahannya.
Dari mana sumber kebakaran ini berasal (mula-mula) di bawah ini diinventarisir:
1. Adanya api yang luput dari pengamatan.
Ini dapat terjadi misalnya api yang berasal dari puntung rokok yang dilempar begitu saja oleh perokok yang lalai. Ia melempar puntung rokok tanpa disadari di tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar. Akibatnya sangatlah fatal, yaitu kebakaran itu sendiri.
2. Salah pakai dan kesalahan pada instalasi listrik.
Kesalahan tersebut mengakibatkan hubungan singkat ataupun terjadinya api listrik yang mengakibatkan awal api/ kebakaran. Jika api listrik terjadi pada bahan-bahan yang mudah terbkar, maka akan menjadi sumber api awal/ sumber kebakaran.
3. Adanya bahan-bahan yang mudah terbakar.
Bahan-bahan yang mudah terbakar di industri dan di tempat kerja, merupakan sumber api/ kebakaran. Apabila bahan-bahan itu berkumpul dengan unsur lain yang menjadi bahan terjadinya api, maka terjadilah api/ kebakaran. Oleh karena itu bahan-bahan yang mudah terbakar penyimpanannya pada tempat tersendiri dan harus jauh dari sumber api.
4. Api las gas acetylen.
Pesawat gas acetylen dan aparat las acetylen haruslah betul-betul terjaga kerapatan pada sambungannya, agar bebas dari kebocoran gas acetylen. Karena gas acetylen yang bercampur dengan udara (O2) menjadi sangat mudah terbakar.Pemeriksaan secara periodik, terutama sebelum dan sesudah bekerja sangatlah penting sebagai tindakan penjagaan.
5. Instalasi minyak/ bahan bakar cair.
Minyak dan bahan bakar cair merupakan bahan bakar yang jelas mudah terbakar. Karena itu instalasi minyak dan bahan bakar cair haruslah aman dari bocoran-bocoran pada sambungan-sambungannya. Api/ sumber api harus dijauhkan dari instalais minyak dan bahan bakar cair. Tanda-tanda peringatan bahaya api harus dipasang, agar menjadi perhatian orang dan diindahkan/ ditaati aturan-aturan larangan merokok dan sebagainya.
6. Api berasal dari panas mekanis/ loncatan api mekanik.
Panas/ api dapat muncul akibat panas mekanis, yaitu pada pekerjaan-pekerjaan menggerinda, memahat, membentuk dengan palu, menggergaji, mebubut, memasah pahat, mengasah pisau-pisau/ pahat bubut, dan lain sebagainya. Maka pada tempat yang potensial menghasilkan panas mekanis harus bersih dari bahan yang mudah terbakar.
7. Adanya anak yang bermain api.
Bermain baik dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak sangatlah berbahaya. Lebih-lebih dilakukan oleh anak-anak di tempat yang banyak terdapat bahan yang mudah terbakar. Tentu menjadi sangat berbahaya.
8. Instalasi bahan bakar gas.
Instalais bahan bakar gas haruslah bebas dari bocoran-bocoran pada sambungan-sambungannya. Pemeriksaan secara periodik semua sambungan dan pipa-pipa instalasi haruslah dilakukan dengan teliti. Api/ sumber api harus dijauhkan dari istalasi bahan bakar gas.
9. Nyala api terbuka.
Nyala api terbuka hendaknya jauh dari bahan-bahan yang mudah terbakar. Api nyala terbuka hendaknya dilengkapi dengan cerobong/ penghisap tarikan udara. Hal itu dimaksudkan agar api tidak mengarah ke tempat lain, tetapi ke arah cerobong, untuk selanjutnya gas-gas bekasnya dibuang keluar melalui cerobong tersebut.
10. Api berasal dari sampah yang tertimbun.
Sampah yang tertimbun, karena proses penimbunan terjadi reaksi yang menimbulkan panas. Panas ini bisa menjadi sumber pembakaran. Apabila kemudian ada sumber bahan yang mudah terbakar dan adanya api penyulut maka bisa menjadi sumber kebakaran.
b. Terjadinya api
Api terjadi karena adanya tiga unsur, yaitu:
1. Bahan bakar (fuel)
Yang dimaksud bahan bakar disini adalah semua bahan-bahan yang dapat terbakar/ mudah terbakar, yang dipergunakan di industri maupun masyarakat pada umumnya.
2. Panas (heat)
Panas ini akan menjadikan bahan bakar tersebut diatas suhunya naik. Apabila naiknya suhu karena panas sampai kepada suhu nyala maka bila ada sumber api maka akan mudah menyala, jika ada unsur yang ke 3 yaitu:
3. Udara (oxygen)
Oksigen (O2) yang terdapat dalam udara merupakan unsur yang diperlukan dalam pembakaran/ terjadinya api. Apabila udara cukup, maka pembakaran bahan bakar dapat berlangsung dengan sempurna.
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa api/kebakaran terjadi apabila ketiga unsur di atas lengkap. Maka apabila unsur itu tidak terpenuhi maka api tidak akan terjadi. Oleh karena itu, penanggulangan kebakaran yaitu memadamkan api/kebakaran ditempuh dengan meniadakan salah satu atau dua atau ketiga unsur pembuat api.
Untuk meniadakan bahan bakar, yaitu dengan usaha agar bahan-bahan yang terbakar tidak bertambah, maka diusahakan dengan memisahkan dan menjuhkan bahan-bahan lain yang depat menambah bahan yang terbakar.
Untuk meniadakan panas atau menurunkan suhu, sehingga panasnya/ suhunya dapat turun tidak mencapai suhu penyalaan maka diusahakan dengan menyiram, maksudnya untuk menurunkan suhu/ panasnya agar tidak mencapai suhu penyalaan dari bahan bakar/ bahan-bahan yang terbakar.
Untuk meniadakan udara (O2), maka diupayakan dengan jalan mengisolasi api, sehingga suplai O2 tidak cukup untuk pembakaran, atau dengan pemadam karbon dioksida, dan pemadam lainnya sehingga suplai O2 tidak ada lagi, atau kebutuhan O2 untuk api tidak cukup lagi, sehingga api menjadi mati.
c. Pencegahan kebakaran
Pencegahan api/ kebakaran ditempuh dengan cara antara lain:
1. Pengaturan (manajemen) kerumahtanggaan (house keeping) yang baik.
2. Menempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar pada tempat tersendiri, jauh dari api/ sumber api.
3. Mencegah campuran yang mudah terbakar/ meledak, jangan sampai berada di tempat kerja, dekat dengan api/ sumber api.
4. Menghilangkan sumber-sumber api/ nyala api.
5. Pengawasan dan pemeriksaan periodik terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran.
d. Persiapan penanggulangan kebakaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai tindakan persiapan penanggulangan kebakaran/ terjadinya api adalah antara lain tindakan-tindakan:
1. Perencanaan instalasi pemadam kebakaran
Perencanaan ini dibuat sekaligus pada waktu perencanaan gedung/ tempat kerja, berupa:
a) Instalasi pemadam kebakaran dengan pancaran air, memanfaatkan tekanan air dari menara air yang tinggi, dengan pipa-pipa hidran di beberapa tempat sesuai jangkauan semburan airnya.
b) Instalasi pemadam kebakaran dengan air, dengan menggunakan pompa-pompa air, menggunakan motor sebagai penggerak pompanya atau dengan motor listrik. Instalasi pemadam kebakaran dengan air tersebut perlu dicoba dan dimanfaatkan airnya, yaitu pada musim kering/ kemarau dapat digunaka untuk menyiram/membuat hujan lokal, untuk menyiram tanaman dan halaman.
2. Menyediakan pemadam kebakaran yang dapat dibawa/ dibawa dengan mudah sesuai keperluan. Yaitu jenis pemadam api busa (foam), pemadam api kering (dry powder extinguisher), pemadam api carbon dioksida/ gas CO, dan lain-lain, yang penggunaannya sesuai dengan jenis.
3. Adanya sistem tanda bahaya (sirine) di perusahaan, baik sistem tidak otomatis maupun sistem yang otomatis.
4. Adanya pintu-pintu darurat dan jalan-jalan untuk menyelamatkan diri.
5. Adanya tangga biasa disamping elevator dan lift untuk menyelamatkan diri.
6. Dan lain-lain tindakan yang dapat dikembangkan, seperti pendidikan akan bahaya kebakaran dan cara penanggulangan kepada anak.
e. Peralatan Pencegahan Kebakaran
1. APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada yang dari bahan kimia kering, foam/ busa dan CO2, untuk Halon tidak diperkenankan dipakai di Indonesia.
2. Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
3. Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung.
4. Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat
5. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut
f. Pencegahan Kebakaran
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
1. Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
a) Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
b) Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
2. Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
3. Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
4. Recovery / Pemulihan
Emergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-prosedur, dan lain-lain.
g. Bahan eksplosif
Bahan-bahan yang mudah terbakar bisa menjadi sumber api pertama kali (sumber kebakaran), antara lain:
1. Amonia
2. Acetylen
3. Aseton
4. Gasolin
5. Benzen
6. Etel alkohol
7. Etil eter
8. Eter minyak
9. Hidrogen
10. Kamper
11. Karbon disulfida
12. Karbon monoksida
13. Kloretan
14. Minyak katsroli
15. Minyak linsid
16. Minyak tanah
17. Parafin
Pada industri-industri tertentu, bahan-bahan berikut menjadi sumber bahaya kebakaran:
1. Kapas, pada industri tekstil
2. Alkohol, ester, dan lain-lain, pada industri kimia, farmasi, industri pernis dan perlak.
3. Benzena dan homolog, pada industri karet.
4. Minyak linsid, pada industri pembuatan tahan air.
5. Formaldehid, pelarut dan lain-lain, pada industri plastik.
6. Pelarut, seperti n-heksan, n-heptan, dan n-pentan, pada industri ekstrasi pelarut.
7. Bubuk kayu, pada industri kayu.
8. Karbon disulfida, pada industri rayon viskos.
9. Bahan yang mengandung selulosa, pada industri kertas.
10. Dan lain-lain.

Baca juga



No comments: