KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja atau teknisi sangat diperlukan ketika sedang
bekerja. Namun tidak hanya untuk subyek pekerja (manusia) saja, tetapi K3 juga
penting untuk obyek (material) yaitu benda-benda yang dikenai pekerjaan,
alat-alat serta lingkungan tempat bekerja. Oleh karena itu sangat diperlukan
kepedulian manusia sebagai personil yang bisa berperan aktif dalam mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai
dengan tujuannya, maka K3 mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Melindungi tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan untuk memperoleh
keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan hidup.
2.
Menjamin tenaga kerja dalam meningkatkan produktifitas
3.
Menjamin dan melindungi tenaga kerja dan lingkungannya
4.
Menjamin sumber-sumber produksi dan perlatan yang digunakan
5.
Mencegah dan atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja dan
lingkungannya
6.
Mengurangi resiko kebakaran
7.
Mencegah dan mengurangi kerugian yang diderita oleh semua pihak
8.
Memberi perlindungan hukum dan moral bagi tenaga kerja dan manajemen perusahaan
9.
Memberi pertolongan dini bagi pekerja bila terjadi kecelakaan
Peraturan
mengenai syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam
perundangan
Republik Indonesia, yaitu UU No. 1 Tahun 1970. Syaratsyarat
keselamatan
kerja yaitu:
a.
mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.
memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g.
mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;
h.
mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i.
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.
menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.
menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n.
mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o.
mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.
mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q.
mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
SEBAB-SEBAB
KECELAKAAN KERJA
Peristiwa
kecelakaan kerja merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh semua
pihak. Karena hal ini akan menimbulkan kerugian dan pembiayaan yang besar.
Untuk menghindari kecelakaan kerja, maka kita perlu mempelajari sebab-sebab
kecelakaan kerja, sehingga bisa mengeliminir angka kecelakaan kerja. Kecelakaan
kerja dapat bersumber dari faktor manusia sendiri, maupun dari faktor
lingkungan.
1.
Faktor manusia
Kecelakaan
kerja yang disebabkan oleh kesalahan manusia diantaranya:
a.
Ketidaktahuan
Dalam
menjalankan mesin-mesin dan peralatan otomotif diperlukan pengetahuan yang
cukup oleh teknisi. Apabila tidak maka dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja.
Pengetahuan
dari operator dalam menjalankan peralatan kerja, memahami karakter dari
masing-masing mesin dan sebagainya, menjadi hal yang sangat penting, mengingat
apabila hal tersebut asal-asalan, maka akan membahayakan peralatan dan manusia
itu sendiri.
b.
Kemampuan yang kurang
Tingkat
pendidikan teknisi otomotif sangat dibutuhkan untuk proses produksi dan proses
maintenance atau perawatan.
Orang
yang memiliki kemampuan tinggi biasanya akan bekerja dengan lebih baik serta
memperhatikan faktor keslamatan kerja pada pekerjannya. Oleh sebab itu, untuk
selalu mengasah kemampuan akan menjadi lebih baik.
c.
Ketrampilan yang kurang
Setelah
kemampuan pengetahuan teknisi baik, maka diperlukan latihan secara
terus-menerus. Hal ini untuk lebih selalu mengembangkan ketrampilan guna
semakin meminimalkan kesalahan dalam bekerja dan mengurangi angka kecelakaan
kerja. Di dunia keteknikan, kegiatan latihan ini sering disebut dengan
training.
d.
Konsentrasi yang kurang
Dalam
melaksanakan pekerjaan dituntut konsentrasi tinggi. Mesin-mesin yang
beroperasi, berputar, atau bergerak tidak memiliki toleransi apabila kita salah
dalam mengoperasikan atau menjalankan mesin tersebut. Banyak sekali hal yang
dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi manusia, seperti masalah pribadi atau
keluarga, tekanan ekonomi, maupun faktor-faktor yang datangnya dari lingkungan
seperti kondisi ruangan yang panas, atau terlalu dingin, suara yang berisik,
mesin yang bising dan lain sebagainya. Oleh karena itu, faktor psikologis
manusia dan lingkungan harus dikondisikan agar manusia nyaman dalam bekerja
sehingga mengurangi angka kecelakaan kerja.
e.
Bermain-main
Karakter
seseorang yang suka bermain-main dalam bekerja, bisa menjadi salah satu
penyebab terjadinya angka kecelakaan kerja. Demikian juga dalam bekerja sering
tergesa-gesa dan sembrono juga bisa menyebabkan kecelakaan kerja. Oleh karena
itu, dalam setiap melakukan pekerjaan sebaiknya dilaksanakan dengan cermat,
teliti, dan hati-hati agar keselamatan kerja selalu bisa terwujud. Terlebih
lagi untuk pekerjaan yang menuntut adanya ketelitian, kesabaran dan kecermatan,
tidak bisa dilaksanakan dengan berkerja sambil bermain.
f.
Bekerja tanpa peralatan keselamatan
Pekerjaan
tertentu, mengharuskan pekerja menggunakan peralatan keselamatan kerja.
Peralatan keselamatan kerja dirancang untuk melindungi pekerja dari bahaya yang
diakibatkan dari pekerjaan yang baru dilaksanakan. Dengan berkembangnya
teknologi, saat ini telah dibuat peralatan keselamatan yang nyaman dan aman
ketika digunakan. Perlatan keselamatan tersebut diantaranya pakaian kerja
(wearpack), helm pengaman, kacamata, kacamata las, sarung tangan, sepatu kerja,
masker penutup debu, penutup telinga dari kebisingan, tali pengaman untuk
pekerja di ketinggian dan sebaginya. Terkadang orang yang sudah merasa mahir
justru tidak menggunakan peralatan keselamatan, misal dalam mengelas tidak
menggunakan topeng las. Hal ini sangatlah salah, pekerja yang mahir dan
profesional justru selalu menggunakan peralatan keselamatan kerja untuk menjaga
kualitas pekerjaan yang terbaik serta keselamatan dan kesehatan dirinya selama
bekerja.
g.
Mengambil resiko yang tidak tepat
Karena
tidak mau repot dalam bekerja, orang kadang melakukan hal-hal yang tidak
mencerminkan tindakan yang selamat. Sebagai contoh, pekerja malas mengambil
topeng las di rak keselamatan kerja, langsung mengelas tanpa pelindung mata.
Tanpa di duga, ada percikan api las yang mengenai mata. Setelah dilakukan
pengobatan, ternyata besarnya biaya pengobatan tidak sebanding dengan beberapa
detik mengambil peralatan keselamatan kerja. Demikian juga dengan mesin, sudah
tahu bahwa oli sudah waktunya diganti, karena hanya menyisakan pekerjaan
sedikit saja, oli mesin tidak diganti. Ternyata dengan kualitas oli yang jelek,
justru mesin menjadi panas (overheating) dan harus turun mesin,dengan biaya
yang jauh lebih tinggi, ditambah tetap harus mengganti oli.
2.
Faktor lingkungan
Faktor
lingkungan juga andil dalam terjadinya kecelakaan kerja.
a.
Tempat kerja yang tidak layak
Tempat
kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti ukuran ruangan
tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja, lantai dan
kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan lain sebagainya.
Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, maka
kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.
b.
Kondisi peralatan yang berbahaya
Mesin-mesin
dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan menjadi sumber
terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau peralatan yang
berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt atau sabuk yang
berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan lainnya. Oleh
karena itu, mesin dan perlatan yang potensial menyebabkan kecelakaan kerja
harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator atau ,manusia.
c.
Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak
Pemindahan
barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah meledak, pelumas, dan
lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat memungkinkan terjadi
kecelakaan kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja tersebut, perlu dilakukan
pemikiran dan perhitungan yang matang, baik metode memindahkannya, alat yang
digunakan, jalur yang akan di lalui, siapa yang bisa memindahkan dan lain
sebagainya. Untuk bahan dan peralatan yang berat diperlukan alat bantu seperti
forklift. Orang yang akan mengoperasikan alat bantu ini harus mengerti benar
cara menggunakan forklift, karena jika tidak, kemungkinan akan timbul kesalahan
dan mengancam keselamatan lingkungan maupun tenaga kerja lainnya.
d.
Transportasi
Kecelakaan
kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga cukup banyak.
Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban yang berlebihan
(overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang, licin, sempit),
kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak baik, semuanya
bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Upaya untuk mengatasi hal
tersebut di atas, diantaranya adalah memastikan jenis transportasi yang tepat
dan aman, melaksanakan operasi sesuai dengan standart operational procedure
(SOP), jalan yang cukup, penambahan tanda-tanda keselamatan, pembatasan kecepatan,
jalur khusus untuk transportasi (misal dengan warna cat) dan lain sebagainya.
BAHAYA
TERJADINYA KEBAKARAN
Menurut
National Fire Protection Assosiation dalam buku Storm (1993:92) dijelaskan
klasifikasi kebakaran menjadi 4 kategori:
a.
tipe A adalah kebakaran untuk kayu, kertas, kain serta bahan-bahan yang berasal
dari jenis tersebut dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung
bersimbol A dalam segitiga warna hijau;
b.
tipe B adalah kebakaran untuk bahan bakar bensin, oli, ter, terpentin, cat dan
yang sejenis dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol B
dalam segitiga warna merah;
c.
tipe C adalah kebakaran untuk peralatan kelistrikan, panel-panel listrik, motor
listrik dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung bersimbol C dalam
segitiga warna biru; dan
d.
tipe D adalah kebakaran untuk logam seperti magnesium, sodium, titanium,
lithium dan yang sejenis dan alat yang digunakan sebagai pemadam adalah tabung
bersimbol D dalam segitiga warna kuning.
Sedangkan
di Indonesia sendiri, tipe D jarang digunakan, karena masih jarangnya
pengolahan logam yang berbahaya. Dalam bengkel kerja juga diberlakukan sistem
pengkodean warna untuk keselamatan. Lebih lanjut Storm (1993) menjelaskan: (a)
warna merah mengindikasikan bahaya atau berhenti beroperasi; (b) warna orange,
untuk bagian komponen dari mesin yang berbahaya, misal bagian pemotong,
pengangkat, berputar dan sebagainya; (c) warna kuning sebagai tanda peringatan
karena bagian atau komponen yang berbahaya; (d) warna hitam didalam kuning,
berarti terdapat bahaya radiasi; (e) warna hijau, berarti daerah aman misal
tempat kotak P3K dan peralatan keselamatan kerja; dan (f) warna biru sebagai
rambu-rambu informasi.
a.
Sumber api
Kebakaran
merupakan salah satu bentuk kecelakaan industri dan masyarakat umum, yang
sering terjadi di Indonesia. Peristiwa kebakaran menimbulkan banyak kerugian
dan korban harta benda dan jiwa. Karena itu perlu mendapat perhatian untuk
dicari pencegahannya.
Dari
mana sumber kebakaran ini berasal (mula-mula) di bawah ini diinventarisir:
1.
Adanya api yang luput dari pengamatan.
Ini
dapat terjadi misalnya api yang berasal dari puntung rokok yang dilempar begitu
saja oleh perokok yang lalai. Ia melempar puntung rokok tanpa disadari di
tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar. Akibatnya sangatlah
fatal, yaitu kebakaran itu sendiri.
2.
Salah pakai dan kesalahan pada instalasi listrik.
Kesalahan
tersebut mengakibatkan hubungan singkat ataupun terjadinya api listrik yang
mengakibatkan awal api/ kebakaran. Jika api listrik terjadi pada bahan-bahan
yang mudah terbkar, maka akan menjadi sumber api awal/ sumber kebakaran.
3.
Adanya bahan-bahan yang mudah terbakar.
Bahan-bahan
yang mudah terbakar di industri dan di tempat kerja, merupakan sumber api/
kebakaran. Apabila bahan-bahan itu berkumpul dengan unsur lain yang menjadi
bahan terjadinya api, maka terjadilah api/ kebakaran. Oleh karena itu bahan-bahan
yang mudah terbakar penyimpanannya pada tempat tersendiri dan harus jauh dari
sumber api.
4.
Api las gas acetylen.
Pesawat
gas acetylen dan aparat las acetylen haruslah betul-betul terjaga kerapatan
pada sambungannya, agar bebas dari kebocoran gas acetylen. Karena gas acetylen
yang bercampur dengan udara (O2) menjadi sangat mudah terbakar.Pemeriksaan
secara periodik, terutama sebelum dan sesudah bekerja sangatlah penting sebagai
tindakan penjagaan.
5.
Instalasi minyak/ bahan bakar cair.
Minyak
dan bahan bakar cair merupakan bahan bakar yang jelas mudah terbakar. Karena
itu instalasi minyak dan bahan bakar cair haruslah aman dari bocoran-bocoran
pada sambungan-sambungannya. Api/ sumber api harus dijauhkan dari instalais
minyak dan bahan bakar cair. Tanda-tanda peringatan bahaya api harus dipasang,
agar menjadi perhatian orang dan diindahkan/ ditaati aturan-aturan larangan
merokok dan sebagainya.
6.
Api berasal dari panas mekanis/ loncatan api mekanik.
Panas/
api dapat muncul akibat panas mekanis, yaitu pada pekerjaan-pekerjaan
menggerinda, memahat, membentuk dengan palu, menggergaji, mebubut, memasah
pahat, mengasah pisau-pisau/ pahat bubut, dan lain sebagainya. Maka pada tempat
yang potensial menghasilkan panas mekanis harus bersih dari bahan yang mudah
terbakar.
7.
Adanya anak yang bermain api.
Bermain
baik dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak sangatlah berbahaya.
Lebih-lebih dilakukan oleh anak-anak di tempat yang banyak terdapat bahan yang
mudah terbakar. Tentu menjadi sangat berbahaya.
8.
Instalasi bahan bakar gas.
Instalais
bahan bakar gas haruslah bebas dari bocoran-bocoran pada
sambungan-sambungannya. Pemeriksaan secara periodik semua sambungan dan
pipa-pipa instalasi haruslah dilakukan dengan teliti. Api/ sumber api harus
dijauhkan dari istalasi bahan bakar gas.
9.
Nyala api terbuka.
Nyala
api terbuka hendaknya jauh dari bahan-bahan yang mudah terbakar. Api nyala
terbuka hendaknya dilengkapi dengan cerobong/ penghisap tarikan udara. Hal itu
dimaksudkan agar api tidak mengarah ke tempat lain, tetapi ke arah cerobong,
untuk selanjutnya gas-gas bekasnya dibuang keluar melalui cerobong tersebut.
10.
Api berasal dari sampah yang tertimbun.
Sampah
yang tertimbun, karena proses penimbunan terjadi reaksi yang menimbulkan panas.
Panas ini bisa menjadi sumber pembakaran. Apabila kemudian ada sumber bahan
yang mudah terbakar dan adanya api penyulut maka bisa menjadi sumber kebakaran.
b.
Terjadinya api
Api
terjadi karena adanya tiga unsur, yaitu:
1.
Bahan bakar (fuel)
Yang
dimaksud bahan bakar disini adalah semua bahan-bahan yang dapat terbakar/ mudah
terbakar, yang dipergunakan di industri maupun masyarakat pada umumnya.
2.
Panas (heat)
Panas
ini akan menjadikan bahan bakar tersebut diatas suhunya naik. Apabila naiknya
suhu karena panas sampai kepada suhu nyala maka bila ada sumber api maka akan
mudah menyala, jika ada unsur yang ke 3 yaitu:
3.
Udara (oxygen)
Oksigen
(O2) yang terdapat dalam udara merupakan unsur yang diperlukan dalam
pembakaran/ terjadinya api. Apabila udara cukup, maka pembakaran bahan bakar
dapat berlangsung dengan sempurna.
Dari
uraian di atas dapatlah dipahami bahwa api/kebakaran terjadi apabila ketiga
unsur di atas lengkap. Maka apabila unsur itu tidak terpenuhi maka api tidak
akan terjadi. Oleh karena itu, penanggulangan kebakaran yaitu memadamkan
api/kebakaran ditempuh dengan meniadakan salah satu atau dua atau ketiga unsur
pembuat api.
Untuk
meniadakan bahan bakar, yaitu dengan usaha agar bahan-bahan yang terbakar tidak
bertambah, maka diusahakan dengan memisahkan dan menjuhkan bahan-bahan lain
yang depat menambah bahan yang terbakar.
Untuk
meniadakan panas atau menurunkan suhu, sehingga panasnya/ suhunya dapat turun
tidak mencapai suhu penyalaan maka diusahakan dengan menyiram, maksudnya untuk
menurunkan suhu/ panasnya agar tidak mencapai suhu penyalaan dari bahan bakar/
bahan-bahan yang terbakar.
Untuk
meniadakan udara (O2), maka diupayakan dengan jalan mengisolasi api, sehingga
suplai O2 tidak cukup untuk pembakaran, atau dengan pemadam karbon dioksida,
dan pemadam lainnya sehingga suplai O2 tidak ada lagi, atau kebutuhan O2 untuk
api tidak cukup lagi, sehingga api menjadi mati.
c.
Pencegahan kebakaran
Pencegahan
api/ kebakaran ditempuh dengan cara antara lain:
1.
Pengaturan (manajemen) kerumahtanggaan (house keeping) yang baik.
2.
Menempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar pada tempat tersendiri, jauh dari
api/ sumber api.
3.
Mencegah campuran yang mudah terbakar/ meledak, jangan sampai berada di tempat
kerja, dekat dengan api/ sumber api.
4.
Menghilangkan sumber-sumber api/ nyala api.
5.
Pengawasan dan pemeriksaan periodik terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran.
d.
Persiapan penanggulangan kebakaran
Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebagai tindakan persiapan penanggulangan kebakaran/
terjadinya api adalah antara lain tindakan-tindakan:
1.
Perencanaan instalasi pemadam kebakaran
Perencanaan
ini dibuat sekaligus pada waktu perencanaan gedung/ tempat kerja, berupa:
a)
Instalasi pemadam kebakaran dengan pancaran air, memanfaatkan tekanan air dari
menara air yang tinggi, dengan pipa-pipa hidran di beberapa tempat sesuai
jangkauan semburan airnya.
b)
Instalasi pemadam kebakaran dengan air, dengan menggunakan pompa-pompa air,
menggunakan motor sebagai penggerak pompanya atau dengan motor listrik.
Instalasi pemadam kebakaran dengan air tersebut perlu dicoba dan dimanfaatkan
airnya, yaitu pada musim kering/ kemarau dapat digunaka untuk menyiram/membuat
hujan lokal, untuk menyiram tanaman dan halaman.
2.
Menyediakan pemadam kebakaran yang dapat dibawa/ dibawa dengan mudah sesuai
keperluan. Yaitu jenis pemadam api busa (foam), pemadam api kering (dry powder
extinguisher), pemadam api carbon dioksida/ gas CO, dan lain-lain, yang
penggunaannya sesuai dengan jenis.
3.
Adanya sistem tanda bahaya (sirine) di perusahaan, baik sistem tidak otomatis
maupun sistem yang otomatis.
4.
Adanya pintu-pintu darurat dan jalan-jalan untuk menyelamatkan diri.
5.
Adanya tangga biasa disamping elevator dan lift untuk menyelamatkan diri.
6.
Dan lain-lain tindakan yang dapat dikembangkan, seperti pendidikan akan bahaya
kebakaran dan cara penanggulangan kepada anak.
e.
Peralatan Pencegahan Kebakaran
1.
APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan
ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk
jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya,
sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang
mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar
terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2
Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut
ada yang dari bahan kimia kering, foam/ busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia.
2.
Hydran
Ada
3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai
namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman
ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada
beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil
cadangan air.
3.
Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan
yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang
apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk
pemakaian dalam gedung.
4.
Fire Alarm
Peralatan
yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya
kebakaran pada suatu tempat
5.
Sprinkler
Peralatan
yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara
otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana
ada sprinkler tersebut
f.
Pencegahan Kebakaran
Setelah
kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman
suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu
sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita
mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
1.
Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
a)
Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
b)
Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
2.
Penilaian Resiko
Resiko
tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
3.
Monitoring
Inspeksi
Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training,
Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
4.
Recovery / Pemulihan
Emergency
Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-prosedur, dan
lain-lain.
g.
Bahan eksplosif
Bahan-bahan
yang mudah terbakar bisa menjadi sumber api pertama kali (sumber kebakaran),
antara lain:
1.
Amonia
2.
Acetylen
3.
Aseton
4.
Gasolin
5.
Benzen
6.
Etel alkohol
7.
Etil eter
8.
Eter minyak
9.
Hidrogen
10.
Kamper
11.
Karbon disulfida
12.
Karbon monoksida
13.
Kloretan
14.
Minyak katsroli
15.
Minyak linsid
16.
Minyak tanah
17.
Parafin
Pada
industri-industri tertentu, bahan-bahan berikut menjadi sumber bahaya
kebakaran:
1.
Kapas, pada industri tekstil
2.
Alkohol, ester, dan lain-lain, pada industri kimia, farmasi, industri pernis
dan perlak.
3.
Benzena dan homolog, pada industri karet.
4.
Minyak linsid, pada industri pembuatan tahan air.
5.
Formaldehid, pelarut dan lain-lain, pada industri plastik.
6.
Pelarut, seperti n-heksan, n-heptan, dan n-pentan, pada industri ekstrasi
pelarut.
7.
Bubuk kayu, pada industri kayu.
8.
Karbon disulfida, pada industri rayon viskos.
9.
Bahan yang mengandung selulosa, pada industri kertas.
10.
Dan lain-lain.
Baca
juga
No comments:
Post a Comment